Dasar Tempe

Jadi gini, ceritanya sobat karib gue yang kuliah di negeri China pulang waktu liburan lebaran kemarin. Dia ngeluh kalau makanan halal di sana kebangetan krisis. Kalaupun ada, harganya nggak bersahabat banget. makanan halal di sana dijadiin monopoli bagi oknum-oknum tertentu. Mereka yang berjualan makanan halal akan mematok harga mahal, atau pakai sistem kuota.Ya misal aja gue makan cukup dengan porsi 5 ribu aja, tapi di kedai makanan halal ada aturan bahwa setiap beli harus ngeluarin uang 20 ribu. Ya itu sistem kuota, habis nggak habis siapapun orang yang mau beli makanan halal (terutama muslim) harus mau beli makanan dengan pengeluaran 20 ribu. walaupun sebenernya 5 ribu aja udah kenyang banget.

Kantong dia tersakiti. Begitu juga perutnya. Sadar kalau terus-terusan bergantung dengan kedai makanan halal itu bisa mengakibatkan kantongnya kehabisan gairah hidup. Maka dia putuskan untuk berwirausaha. Dagang tempe katanya. Saran gue buat dia. Ya boleh aja sih mau dagang tempe, asalkan bisa bagi waktu antara kuliah dengan dagang. Namun sampai sekarang gue nggak tau, dia udah mulai buka warung tempe atau belum.

 Sekarang gue nggak mau bahas soal gimana kandungan tempe, gimana cara membuat tempe atau seberapa gizikah tempe. Itu udah sering banget dibahas. Yang pengen gue bahas sekarang adalah kegunaan lain kata 'tempe' selain menyebutkan tentang makanan berbahan dasar kedelai yang direkatkan sejenis kapang dan berbentuk kotak.

Pernah denger orang Indonesia bilang "Dasar mental tempe" atau "Dasar otak tempe"

Orang bermental tempe adalah orang yang penakut, hanya berani ketika lawan sudah pergi. Orang bermental tempe akan mudah patah semangat, satu kali kegagalan akan menjadi sebuah trauma.

Ini yang gue heran, kenapa tempe yang gizi melebihi daging ini dikonotasikan dengan orang yang cemen dan penakut. Jelas-jelas ini pelecehan bagi makanan tempe itu sendiri




  Respon yang bagus.


Gue nggak tau gimana nanti masa depan tempe. Yang gue tau sekarang, tempe udah menjadi hak paten Jepang. Yang dipatenkan adalah tempe yang berbungkus plastik, bukan yang berbungkus daun pisang. Tapi jika kita bangsa Indonesia sekali lagi lengah, bukan nggak mungkin tempe berbungkus daun pisang bakalan di patenkan negara lain.

Nasi Pecel atau Tumpang rekat hubungannya dengan tempe. Gue nggak mau setiap makan di warung pecel atau tumpang, gue harus bayar royalti. Nasi pecel atau tumpang yang biasanya seporsi cuma 5 ribu. Kedepan akan menjadi 20 ribu lebih karena harus membayar royalti.

Ya, semoga bangsa Indonesia cepet melek. Jangan cuma nyalahin pemerintah. Tempe di klaim bukan karena pemerintah nggak jago diplomatik, tapi karena kita sendiri yang kurang menghargai kearifan makanan Nusantara. 

Tuntutan gue yang lain bagi seluruh bangsa Indonesia. Stop penggunaan kata 'tempe' sebagai konotasi negatif. Jangan sampai tempe sakit hati karena namanya dijadikan perumpamaan buruk. Ayomi tempe, jangan sampai pindah kewarganegaraan. haha. Sekian. 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Puisi Dalam Inagurasi

Video Hijrah Seorang Pemuda

Adonan Ultah