Sengketa Tanah Ala Pedesaan
Kegiatanku sehari-hari adalah menjadi relawan Program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) di Desa tempatku tinggal. Ini adalah program Pemerintah Pusat yang ditujukan untuk masyarakat agar terjamin hak kepemilikan tanahnya secara hukum.
Seluruh warga
desa boleh mengikuti program PTSL ini dengan syarat yang sangat mudah, tanah
belum bersertifikat, memiliki tanah dan beritikad baik. Syarat itikad baik
merupakan hal yang terpenting sebab kejujuran diperlukan ketika mendaftar
program ini. Panitia tidak mau sampai ada sengketa tanah di kemudian hari. Tidak
boleh juga mendaftarkan tanah yang sudah di jual ke pihak lain.
Mungkin
kalian pikir adalah mustahil jika ada seseorang yang mendaftarkan tanahnya
untuk mengikuti program PTSL, namun sudah dijual sebelumnya. Kejadian itu
memang benar ada, dan nyata.
Setelah
warga mendaftar ke sekretariatan PTSL, kami tim relawan mendatangi bidang tanah
yang akan didaftarkan untuk dicek tanda batasnya. Di desa kami ada 23 Blok dan
pengecekan di mulai dari blok 2. Di sana merupakan blok sebagian besar tanahnya
untuk pertanian. Sebut saja Marsinah berumur hampir 60 tahun, mendaftarkan
tanah pertanian atas namanya, namun dalam riwayatnya tanah tersebut sudah
dijual 5 tahun lalu ke pak Indra yang juga sedang mendaftarkan tanah tersebut
pada program PTSL.
Jam 9 pagi,
kami sudah berkumpul di lokasi yang disengketakan. Kami juga berkoordinasi
dengan Kamituwo, perangkat desa juga Babinsa dan Babinkamtibnas. bapak Indra
bersikukuh tanah tersebut sudah dibeli dengan menunjukkan bukti Akta Jual Beli,
sedangkan pihak bu Marsinah menunjukkan pipil pajak (SPPT) yang telah beliau
pegang dan bayarkan selama 10 tahun berturut-turut. Namun setelah dilihat,
ternyata pipil pajak yang beliau tunjukkan salah tunjuk. Tanah yang dicantumkan
pada pipil pajak tersebut berada di sisi lain dari lokasi saat ini.
Pihak
Marsinah tidak mau kalah, beliau berargumen bahwa tanah tersebut sesungguhnya
dijual oleh saudaranya dengan akad jual tahunan, atau dalam istilah lainnya
disewakan. Argumen tersebut dipatahkan dengan adanya Akta Jual Beli. Tak mau
kehabisan argumen, bu Marsinah bahkan bercerita bahwa telah bermimpi bertemu
malaikat. Sebuah argument yang tidak masuk akal khas masyarakat Indonesia
ketika kepepet, magis!
Kami
sebagai relawan PTSL tidak mau mengambil resiko, jika memang tanah tersebut
sedang disengketakan, dipersilahkan maju ke pengadilan, dan pendaftaran tanah
tersebut dengan sangat terpaksa harus dicabut.
Komentar
Posting Komentar