Meninjau Pelaku Pacaran Di Alam Bebas



Sebagai warga Kediri, pastinya tahu bukit ini. Bukit Klotok. Aku tak tahu pasti kenapa dinamakan demikian. Tapi menurut pengamatan otak atik gathukku, nama ini diambil dari kata kolo dan tok. Kolo tok dari bahasa Jawa yang berarti banyak kejelekannya. Dan itu dikuatkan dengan beberapa penemuan kathok atau celana dalam yang berserakan menggantung di pohon. Entah itu bisa kalian artikan sendiri.

Selain itu memang Klotok sebagai tempat favorit untuk berpacaran. Terlepas apakah pacaran itu suatu kejelekan atau tidak, yang pasti menurutku sebuah kejelekan. Karena dapat membuat iri orang-orang jomblo macam aku saat berkunjung ke tempat wisata ini. Maka amat sangat tak disarankan buat kalian kaum jomblo jalan sendirian ke Klotok. Paling tidak ajaklah teman atau saudaramu untuk ke sana. Karena memang sangat berbahaya untuk kesehatan bathin kaum fakir asmara.

Mungkin stigma “tempat pacaran” ini sudah ada sejak lama. Di zaman orangtuaku dahulu, ada mitos tentang Klotok tersebut. Mitos itu berbunyi: “bahwa sesiapa saja yang berpacaran di sana, maka kelak mereka tidak akan menjadi suami istri”. Artinya jika pacaran di sana, kalian tak akan bisa menikah. Mitos seperti ini tentu saja membuat para kaum muda zaman dahulu takut untuk berpacaran di tempat itu. Karena memang orang dulu itu pacaran untuk menikah.

Jika dilihat Klotok zaman sekarang, mitos tersebut tidak mempan sama sekali terhadap kaum mudanya. Mitos bahwa jika berpacaran di sini tidak akan menikah kelak, mungkin justru malah dimanfaatkan. Mereka sengaja berpacaran di sana agar bisa menerapkan prinsip “habis manis sepah dibuang”.

Setahun yang lalu aku pergi ke Klotok. Naik bukit untuk melihat keindahan pohon-pohon yang dihiasi oleh tangan-tangan jahil. Mengamati setiap gerakan-gerakan pohon yang dihembus angin pagi. Mendengarkan kicau-kicau burung yang mulai jarang. Sesekali desah-desah entah apa terdengar lirih, mungkin burung jenis baru.

Aku lelah. Aku sadar tak membawa air minum. Ingin turun sekadar membeli minum, tapi sudah sejauh ini. Aku teruskan perjalanan naik berharap ada sumber air. Sampai di atas, ternyata aku benar. Aku menemukan sumber air bahkan sekalian sumber makanan di atas sana. Sebuah warung.

Aku heran, kenapa bisa ada warung di tempat sesepi ini. Padahal bisa saja si mbok warung ini berjualan di bawah sana yang ramai dengan pengunjung, bukan di sini bertemankan sunyi. Namun aku salut dengan pemilik warung ini. Dia berhasil mengalahkan teori-teori ekonomi. Di mana banyak terdapat konsumen, di sana tempat ideal untuk berjualan. Nyatanya tidak!

Aku yakin pemilik warung ini adalah tipe orang yang sabar. Atau mungkin saja dia pernah mendengar kalimat “dimanapun itu, selama berpijak pada bumi Allah, di sana terdapat rejeki yang tak terduga-duga”, lalu mengamalkannya. Atau entah dia sedang bertapa atau sedang menjaga kelestarian bukit sekalian berjualan.
 



 Pintu Masuk
Inilah warung atas bukit. Posisi ini saat pertama kali aku melihatnya.
Saat para pengunjung lain mulai berdatangan setelah aku. Dari sini aku mulai tak yakin, mereka berniat mengunjungi Klotok, atau warung ini.
Daftar menu di cafe dihidangkan, di sini cukup dicantelkan.
Pemandangan yang tertutup pohon sejauh mata memandang.


Tak heran kenapa sedari dahulu bukit Klotok menjadi tempat favorit untuk berpacaran. Tak ada yang mengancam keberadaan mereka, bahkan lapar sekalipun. Jika muda-mudi dimabuk asmara tersebut lapar, tak perlu turun ke bawah. Mereka bisa makan di warung tersebut, dan melanjutkan gerilya mereka yang sempat tertunda. Ah! Gerilya zaman sekarang hanya sekedar naik turun dua gunung saja. Beda dengan zaman Jendral Soedirman dahulu, bisa bergunung-gunung. Dan itu pegunungan asli.

Entah siapa yang keliru di sini. Entah warung, entah mereka yang berpacaran di tempat ini, atau bahkan aku yang hanya dia saja melihat fenomena alam dijadikan tempat menggerilyai pacar mereka masing-masing. Yang jelas jangan salahkan pemilik warung tersebut, karena dia bukan penyebab pemuda-pemudi bangsa ini semakin menurun kualitasnya.
 

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Puisi Dalam Inagurasi

Video Hijrah Seorang Pemuda

Adonan Ultah