Romantisme Masa Lalu
Agenda setiap
akhir hari raya untukku adalah reuni keluarga. Reuni keluarga dari jalur ibuk
rutin digelar tiap tahun. Tempatnya bergilir, tergantung siapa yang mothel
arisan. Keluargaku dari jalur ibuk ini sangat kuat, bahkan sudah memiliki
koperasi keluarga dengan total uang yang terkumpul lebih dari 17 jutaan. Manteb
to.
Hari itu
giliran rumahnya mas Endro yang jadi tempat keluarga kami nongkrong. Rumahnya daerah
Purwoasri sana. Lumayan jauh dari rumahku. Purwoasri lebih dekat dengan Jombang
dan Nganjuk dari pada ke rumahku, padahal sama-sama Kediri.
Kami
sekeluarga, tentunya aku, bapak, ibuk dan kedua adekku berangkat agak siangan. Mengandalkan
mobil non-sewa alias pinjaman. Mobil Panther yang nampak gagah namun kusam. Bapak mengendarai mobil dengan tempo
sedang, tak begitu kencang, pun juga tak begitu pelan. Ada budhe dari Doko yang
juga semobil dengan kami. Beliau kami ajak untuk berangkat bareng karena
searah.
Mobil kami melewati jalanan desa tempat
ibuk dilahirkan, Kweden. Ibuk tiba-tiba nyeletuk.
“Jalanan ini loh, kok ciut” sambal
tengok kanan dan kiri.
“Yo dulu jalanan ini ya lebar, sekarang
nampak ciut, karena banyak jalanan lain yang lebih lebar. Jadi jalanan ini nampak
lebih ciut dari biasanya.” Bapak menanggapi komentar ibuk sembari mengudud
kretek yang asapnya menyebar sampai ke luar mobil.
“Mosok to?” Ibuk tak percaya
“Iyaa, jaman aku masih jadi sopir brambut
dulu, kalau apel sampean pasti lewat sini, nyetir truk brambut melbu
dalan kene yo sedeng” jawab bapak
Bapakku seorang
legenda sopir Kediri Raya ini kalau sudah berkomentar soal jalanan dan nyetir,
aku tak bisa menyangkalnya. Pendapatnya selalu mantab dan masuk akal.
Memang betul, kalau
sesuatu yang ada di dunia ini tidak pernah tetap, selalu dinamis. Bahkan jalanan
yang pada jamannya nampak lebar akan terasa sempit digerus waktu, ditandingi
oleh jalan-jalan lain. Meskipun sebenarnya jalan itu tidak menyempit sesentipun.
Jangankan hanya
jalanan yang terasa menyempit. Kemampuan kita yang sekarang mungkin nampak
hebat, akan tak ada apa-apanya di waktu mendatang. Ini bukan karena keilmuan
kita yang menurun, tapi banyak manusia-manusia lain yang memiliki kemampuan lebih
dari kita. Jadi, jangan sombong kalau sekarang kita hebat atau punya kemampuan
tertentu. Tugas kita mencari ilmu dan belajar, bukan sombong.
kunjungan perdana
BalasHapus