Filosofi Sendal Jepit
Lihatlah keduanya. Mereka memiliki perbedaan yang sangat menonjol. Walaupun
prinsipnya mereka sama-sama melindungi kaki. Sepatu dianggap lebih sopan dan
bermartabat dari pada sendal jepit yang kusut tersebut.
Mahasiswa adalah pelaku utama pemakai sepatu. Sepatu adalah yang dianggap
sopan di area akademik, setiap mahasiswa wajib memakai sepatu di area kampus. Namun,
mahasiswa yang sopan tersebut tak mau hanya dianggap sopan, tapi juga keren. Maka
dari itu mereka berlomba-lomba memakai sepatu yang tak hanya enak ditapak kaki,
tapi sedap dipandang mata. Trend mode
anak muda sekarang membuat brand-brand sepatu berlomba-lomba
mengeluarkan produk yang dapat menarik pembeli melalui tampilannya. Tak hanya brand-brand
terkenal, KW lokalan pun tak mau kalah bersaing dengan mengeluarkan produk
serupa tapi lebih murah.
Aku kasihan, pada mereka yang selalu berjajar rapi di pojokan
ruangan ketika jam kuliah tiba. Sendal jepit yang selalu setia menemani kita
disaat-saat melalui genangan air, atau mandi di kamar mandi tetangga. Mereka tak
pernah protes ketika kita memaksanya tenggelam dalam genangan air saat musim
hujan atau genangan kenangan sekalipun. Hanya bersama kaki-kaki pemiliknyalah
kebahagiaanya.
Mereka selalu mau mengikuti pemiliknya ketika dalam kesulitan. Tapi,
memang dasar manusia. Saat datang ke tempat-tempat bersih mereka akan di
tinggalkan. Lihat saja di mall-mall, eksistensi sendal jepit akan sulit
ditemukan. Walaupun ada satu-dua orang yang memakai sendal jepit, mereka akan
dianggap gelo atau sedang kesasar saat mencari jalan ke pasar.
Di sinilah sifat buruk manusia. Sebenarnya kita sedang ditelanjangi
oleh sendal jepit kita sendiri. Kita manusia sedang diajari tentang moral
ikhlas. Tetapi manusia tidak ada yang sadar dengan semua ini. Sendal jepit
selalu mau melewati jalan-jalan kotor bersama kita, namun pasrah ketika kita
lebih memilih sepatu dan sandal carvil untuk menapakkan kaki ke jalan
yang bersih. Sendal jepit memanglah hanya benda, namun ternyata benda akan bisa
lebih manusiawi dari kita sendiri.
Aku kesulitan menuliskan teori-teori ikhlas melalui dalil-dalil atau
tafsiran ala Prof. Quraish atau pak Hamka. Aku hanya bisa memberikan gambaran
teori ikhlas melalui sendal jepit ini. Jika musibah adalah genangan air kotor
yang dilalui sendal jepit, maka seharusnya kita dapat melalui musibah layaknya
melewati air kotor yang menggenang. Itulah ikhlas ala sendal jepit.
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapusOpo seeh
HapusOpo seeh
HapusUhhh berat hahaha
BalasHapusTapi itu aku banget, ke mol sendalan jepit, pas yg laennya spatuan tinggi syantik lalala
Waah berarti smpean tipe setia yaa wkwk
HapusCocok jadi filosofis! Intinya adalah, manusia harus jadi sandal! Eh, seperti sandal maksudnya.. wkwkwk
BalasHapusHehe jadi sendal yg dipajang di toko ya mas mwehehe
Hapusaduh IQ ku tak teko moco iki
BalasHapus