Cita-citanya Apa?
Ketika masih TK, aku di Tanya oleh
guruku. Apa cita-citamu? Menjadi Polisi jawabku. Lalu di lain waktu guruku
bertanya dengan pertanyaan yang sama, kali ini jawabanku berbeda. Menjadi TNI
jawabku.
Ya, dari TK, SD, MTs bahkan SMK
sekalipun, ketika aku di Tanya. What is your ambition? Jawabanku selalu
berbeda-beda. Memang sulit menentukan apa cita-cita kita. Karena ini menentukan
profesi apa yang nantinya kita miliki nanti. Ketika aku masih duduk dibangku
TK, lebih tepatnya melompat dan berdiri dibangku TK. Polisi adalah profesi yang
keren menurutku. Lalu aku melihat betapa gagahnya profesi seorang TNI, dengan
segenap pangkat yang menempel dipundak dan baju yang terlihat sangar. Aku pun
tergoda.
Dari SD sampai MTs keyakinanku
sempat berubah-ubah. Namun akhirnya kembali lagi ke TNI. Dengan baju khas warna
doreng berjalan tegap, selalu ada di dalam benakku. Lalu ketika beranjak masuk
ke SMK, sekolah lanjutan atas kejuruan. Aku masuk jurusan otomotif/ Teknik
Kendaraan Ringan. Disini keyakinanku tentang cita-cita berubah. Aku ingin jadi
teknisi handal. Yang setiap hari bermain dengan mesin-mesin mobil. Mengukur seberapa
besar gas buang pada mobil. Mengotak-atik distributor agar tepat pengapiannya. Atau
sekadar mengecek seberapa tekanan udara pada ban, agar nyaman di kendarai. Kupikir
jika aku menekuni ilmu otomotif, aku akan menjadi teknisi handal yang di akui.
Selang beberapa bulan, aku mulai
tidak yakin dengan cita-citaku itu. Menyadari aku tidak terlalu suka pekerjaan
yang berat selayaknya teknisi. Terjadi kekosongan ambisi. Tidak ada kepastian
kata apa untuk mengisi kolom cita-cita. Sering aku membicarakan soal cita-cita apa
yang ideal dengan temanku. Beberapa dari mereka juga bingung, bahkan tidak tau
mau jadi apa nantinya. Aku pun belum tau. Seperti apakah idealnya sebuah
cita-cita.
Suatau malam, saat aku merenung
hening dikamar. Aku teringat almarhumah nenekku. Nenek yang sangat menyayangi
cucunya. Yang tidak pernah rela cucunya pulang tanpa buah tangan dan doa
darinya. Ketika aku tiba dan pulang dari rumahnya. Pipiku selalu di ciumnya,
dikanan dan kiri. Lalu di doakan ‘’ mugo-mugo mbesok gedhe dadi dokter” (semoga
nanti dewasa jadi dokter) Dokter? Ya dokter. Nenekku selalu ingin cucunya
menjadi dokter. Tidak hanya aku. Kakakku dan adik-adikku pun juga di doakan
dengan doa yang sama. Kupikir karena penyewa ruko milik nenek , 8 tahun
berturut-turut adalah seorang dokter. Sehingga
nenek terlalu terobsesi dengan profesi dokter, yang khas dengan jas putihnya.
Nenekku dan kebanyakan orang
terdahulu adalah orang-orang ahli sanepan (jawa) atau makna/maksut tersirat. Orang
terdahulu lebih suka menasehati dengan cara tidak langsung atau biasa di sebut sanepan. Mungkin tujuannya
untuk melatih kepekaan anak cucunya. Aku sadar hal itu. Aku cari apa arti dari “mugo-mugo
mbesok gedhe dadi dokter”. Apakah
sebenarnya aku sedang di paksa nenekku agar menjadi seorang dokter. Kenyataannya
nenek orang yang demokratis, tak pernah memaksakan kehendak. Namun teguh dalam
prinsip.
Dokter adalah seorang penyembuh. Menyembuhkan
segala sesuatu yang terasa sakit. Nenek tau, kehidupan keluarga kami ketika itu
terasa sakit, menyakitkan. Beberapa orang tidak suka atas ketentraman hidup
kami. Beberapa dari mereka bahkan menggangu jalan bapakku mencari nafkah. Ya,
itu menyakitkan bagi kami. Kami tak pernah sedikit pun berusaha membalas, hanya
mencari penyembuh luka hati kami. Orang tuaku sering berkata kepadaku, kakak
dan adikku. “Ketika bapak pulang kerja, tentunya terasa lelah. Namun jika
melihat anak-anakku rukun dan pintar dalam studinya. Sehingga memunculkan rasa
bangga memiliki kalian. Lelah menjadi tak berarti. Hilang seketika rasa lelah
ini.
Apakah itu artinya aku
menyembuhkan rasa lelah bapakku. Mungkin ini ada hubungannya dengan kata-kata
yang sering di ucapkan nenek di kala mencium pipiku. Dokter adalah penyembuh. Dan
mungkin siapapun bisa menjadi penyembuh. Seorang anak bisa menjadi penyembuh
bagi orang tuanya. Malam itu aku sadar, nenek tidak sedang memaksaku memakai
jas putih bersenjatakan jarum suntik.sejatinya nenek sedang berkata “ Jadilah penyembuh
bagi orang tuamu nak, semoga kamu mampu menyembuhkan seiap luka hati orang
tuamu.
Kini aku yakin idealnya sebuah
cita-cita bukan tentang bagaimana orang lain kagum terhadap pribadiku. Cita-cita
adalah pilihan yang di sesuaikan dengan kemampuan diri untuk masa depan. Bukan hanya
sebagai identitas diri, atau penopang kehidupan. Namun juga sebagai jalan kita
membuat bangga orang tua kita. Ya, akan diriku, anaknya.
Kini aku sedang berusaha meraih
cita-cita yang sudah ku yakini dan kurenungkan. Jalanku masih panjang. Aku harus
sedikit lebih giat untuk meraihnya
NB: menentukan cita-cita sama
halnya mencari jati diri. Sedikit sulit dan merepotkan. Apapun cita-citamu,
yang terpenting dapat membuat bangga orang tuamu dan untuk kebaikan bangsa
Indonesia.
Be a great succes
Sip gan! Saya baru sadar pentingnya memahami makna tersirat setelah membaca tulisan agan :-) 힘내! 감사합니다 😊
BalasHapuswah alhamdulillah bisa bermanfaat
BalasHapus